Sebuah Essay atas
Cerpen karya ROIDAH
PEMBANTU & PELACUR
Hiqma Nur Agustina
Tiada henti
Parni mengagumi kecantikan majikannya, Serenita, dari ujung rambut hingga ke
ujung kaki. Tubuh yang bertinggi seimbang dengan berat badan dan berbalutkan
blus tanpa lengan berwarna merah marun dan rok hitam setengah paha itu,
dipandangnya lekat-lekat. Serenita sedang menyapukan spon besar ke pipinya.
Lalu rambutnya yang bergelombang disisirnya ulang, serta blusnya
ditarik-tariknya sedikit sehingga menyatu dengan atasan roknya yang berenda
putih. Parni yang duduk di lantai kamar Serenita sambil menunggui majikannya
itu selesai berdandan, teringat akan boneka Barbie. Serenita diibaratkannya
seperti boneka tersebut, namun berambut hitam.
Demikian petikan paragraf dari
cerpen Pembantu dan Pelacur karya
Roidah, yang menjadi judul kumpulan cerpennya. Petikan ini membawa pada suatu
nuansa cerita dengan kekentalan bahasa berbau visualisasi atas diri perempuan.
Lewat deskripsi kemolekan dan kecantikan fisik khas perempuan malam yang
bernama Serenita semakin membuat
cerpen ini kaya akan penokohan tokoh perempuan yang cenderung dilihat dari
penampilan lahiriahnya saja.
Pengarang cerita ini lewat cerpennya
berhasil mengangkat karakter tokohnya menjadi tokoh sentral yang berusaha untuk
melepaskan beban dan penderitaan hidup melalui jalan pintas, yaitu dengan bunuh
diri. Hal ini dikarenakan kekelaman masa lalu yang mencengkeram hidup Serenita,
membantingnya tanpa daya ke atas tanah sehingga dia tidak dapat berpikir secara
waras untuk menemukan jalan keluar yang terbaik bagi hidupnya. Kerinduan
Serenita akan cinta dan kehidupan yang normal seolah menyadarkan dirinya bahwa
Parni, pembantunya, jauh lebih terhormat ketimbang dirinya.
Cerpen ini menempatkan dua orang
perempuan yang karena mempunyai kesamaan nasib, sama-sama berasal dari kampung
dan mempunyai latar belakang pendidikan yang rendah, yang pertama adalah
Serenita yang mempunyai nama kecil Sarti yang kemudian mengubah namanya menjadi
Serenita memiliki masa lalu yang kelam atas peristiwa pemerkosaan atas ayah
tirinya. Serenita hanya seorang lulusan SMP tanpa memiliki keterampilan apapun
untuk bekal hidup di kota metropolitan Jakarta, dia kemudian terperosok sebagai
perempuan malam sedangkan perempuan yang kedua adalah Parni, sosok perempuan
lugu yang baru berumur 15 tahun yang bekerja sebagai pembantu di rumah Serenita
majikannya, yang merasa beruntung atas segala kebaikan yang diperolehnya selama
bekerja dan mengabdi di rumah Serenita. Suatu hal manusiawi yang tidak
diperolehnya di tempat sebelumnya dimana dia pernah bekerja.
Sebagaimana pernah dikemukakan oleh
Budi Darma, baik novel maupun cerpen popular yang terkenal di Indonesia yang
pada umumnya ditulis oleh penulis-penulis perempuan justru mengukuhkan ideologi
jender dan memposisikan perempuan sebagai subordinasi laki-laki. Dengan
demikian, salah satunya dalam cerpen yang berjudul Pembantu & Pelacur, tokoh perempuannya merupakan “korban” dan
merupakan “pihak yang menderita”.
Tokoh mempunyai arti penting dalam
cerita karena tokoh-tokoh tersebut saling berhubungan sehingga menimbulkan
konflik yang akan membawanya pada masalah-masalah yang menjadi dasar cerita.
Kedua tokohnya terlibat intensif dalam setiap peristiwa yang muncul dalam
cerita ini. Lebih lanjut lagi, dapat dikatakan bahwa model penderitaan tokoh
perempuan dalam cerpen ini. Lebih lanjut lagi, dapat dikatakan bahwa model
penderitaan tokoh perempuan dalam cerpen ini mengemukakan bahwa ideologi jender
pada umumnya menempatkan perempuan sebagai jender kelas dua sehingga perempuan
terposisikan sebagai subordinasi laki-laki. Hal ini dapat dilihat dari tokoh
Serenita yang pekerjaannya selalu dikaitkan dengan ketergantungannya terhadap
lelaki hidung belang yang “memakai” tubuhnya hanya sebagai alat pemuas nafsu
sesaat. Ketakutannya untuk berhenti dari pekerjaannya yang telah dia lakoni
selama tiga tahun dan juga kenikmatan serta kemewahan yang telah dia jalani
semakin memperkuat anggapan bahwa perempuan hanya terkondisikan sebagai makhluk
yang lemah, tidak dapat mandiri, dan selalu tergantung kepada laki-laki.
Tokoh perempuan dalam cerpen Pembantu & Perempuan dapat dikatakan
merupakan gambaran makhluk kelas dua sehingga keduanya seakan tidak memiliki
hak pilih untuk menentukan pilihan terhadap pekerjaan yang diinginkan. Sosok
Serenita yang tidak memiliki keterampilan apapun dan ditempa dengan kekelaman
masa lalu dan pekerjaan yang dia lakoni saat ini semakin menenggelamkan dirinya
ke dalam dunia hitam yang kelam. Sedangkan sosok Parni sebagai pembantu yang
lugu dan mengagumi sosok cantik Serenita sebagai figur yang didambakan oleh
banyak perempuan adalah seorang perempuan desa yang tidak memiliki pilihan atas
pekerjaan yang dapat dijadikan sandaran hidup. Orangtuanya tidak mempunyai uang
untuk menjadikan hidup Parni lebih baik dari sekarang. Setamat sekolah dasar,
dia langsung mencari uang demi ikut membiayai hidup keempat adiknya di kampung.
Kehadiran tokoh dalam cerita ini
berfungsi memberikan gambaran karakter setiap tokoh. Kehadiran tokoh secara
langsung membuat pembaca berpikir kreatif untuk menentukan gambaran tokoh yang
ada dan secara tidak langsung dapat menuntun pembaca untuk dapat mengetahui
bagaimana karakter tokoh yang sesuai dengan teks Pembantu & Perempuan.
Dua tokoh utama yang ada adalah
tokoh yang secara intensif terlibat dalam peristiwa yang membangun cerita. Dari
awal sampai akhir kedua tokoh ini selalu hadir dan berinteraksi satu sama lain.
Hal yang menarik dalam cerpen Pembantu
& Perempuan ini adalah kondisi akhir yang digambarkan cukup tragis
dengan kematian Serenita yang membunuh dirinya sendiri karena tidak sanggup
menahan penderitaan batin akibat beban berat yang ditanggungnya sebagai
konsekuensi logis atas pekerjaan yang dia jalani sebagai perempuan malam.
Tindakan bunuh diri ini semakin memperkokoh pandangan sebagian masyarakat Indonesia yang
masih menganut feodalisme, bahwa perempuan adalah makhluk yang lemah, yang
hanya pasrah pada nasib sehingga tidak dapat mencari jalan keluar terbaik atas
segala persoalan pelik yang menimpa hidupnya. Yang tentu saja hal ini sangat
berlawanan dengan isu-isu feminisme yang dihembuskan dewasa ini yang berusaha
menjadikan perempuan sebagai sosok yang kuat dan setangguh laki-laki dalam
segala hal.
Implikasi dari cerpen ini adalah
menggambarkan sosok perempuan yang dijadikan sebagai makhluk lemah atau makhluk
yang dapat dipermainkan oleh laki-laki. Karena kekurangan materi perempuan rela
menjual dirinya demi kelangsungan hidup. Padahal, kalau kita dapat memanfaatkan
dan menggali potensi yang lain yang diberikan Tuhan kepada setiap makhluk ciptaannya,
hal semacam itu tidak akan terjadi.
Daftar Pustaka
Roidah, 2005. Pembantu & Pelacur, Sebuah Kumpulan
Cerpen. Yogyakarta : Labuh.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar