Kajian Struktural
Cerpen “Setyapani”
Karya Roidah
Hiqma Nur Agustina,
SS, M. Si, M. Hum.
Staf Pengajar FKIP
Universitas Islam Syekh Yusuf, Tangerang
Abstrak
Salah satu jenis karya sastra
yang tidak pernah lekang oleh waktu adalah cerita pendek (short story). Bentuknya yang singkat, pendek dan tidak memerlukan
waktu yang lama untuk menyelesaikannya menjadi pilihan pembaca. Terlebih ketika
penulis cerpen tersebut mampu menggoreskan tulisan penanya dengan luwes dalam
menuturkan tokoh, plot atau alur cerita, konflik yang terjadi di antara para
tokoh serta tempat berlangsungnya peristiwa (setting) maka makin menambah daya tarik dari cerpen tersebut.
Tulisan ini mengetengahkan sebuah
cerita pendek yang berjudul “Setyapani” karya Roidah, salah satu penulis perempuan
di Indonesia yang mencoba mengungkapkan konflik batin berupa rasa cemburu
seorang perempuan bernama Nin terhadap calon suaminya, Mas Bur. Sebuah
permasalahan yang cukup sering dijadikan topik cerita namun tetap memiliki daya
tarik apabila si penulis mampu menampilkan alasan di balik kecemburuan Nin
terhadap calon suaminya tersebut.
I. Pendahuluan
I. 1. Latar Belakang
Cerita pendek atau cerpen makin
diminati oleh penikmat sastra dari mulai usia anak-anak Sekolah Dasar hingga
usia dewasa. Bertambahnya pembaca salah satu jenis karya sastra ini dikarenakan
makin beragamnya cerita, topik dan tema, segmen pasar yang dituju, bahkan yang
juga tidak kalah menarik adalah makin bermunculannya para penulis baru yang
menambah semarak khasanah kesusasteraan di tanah air. Sebuah perkembangan yang
cukup signifikan dan patut diapresiasi. Terlebih lagi ketika cerpen-cerpen
tersebut tidak hanya menyuguhkan aneka cerita yang cukup bervariatif sebagai
pengisi waktu luang para pembacanya namun juga dapat memberikan penyegaran yang
bersifat rohaniah. Semacam penyejuk jiwa dan pencerahan yang dapat membuka mata
hati dan kesadaran pembaca untuk berbuat lebih baik.
Tidak
jarang cerita yang dilukiskan dalam cerpen tersebut merupakan refleksi dari
kisah-kisah nyata yang terjadi di masyarakat kita sekarang ini. Sebuah
penggambaran yang cukup menarik dikala masyarakat kita sedang jenuh dilanda
beraneka persoalan pelik dari mulai pertikaian di antara elit politik, anggota
dewan, kasus korupsi, penggelapan pajak, skandal bank, perselingkuhan tokoh
masyarakat dan lain sebagainya. Dari beragamnya persoalan yang mengemuka dewasa
ini turut mengilhami para penulis untuk menuangkannya dalam buah karya mereka.
Salah satu nama penulis perempuan
yang memiliki karya yang bagus adalah Roidah. Sejumlah cerpen Roidah memiliki
tema cerita yang cukup menarik dan bahkan sering menampilkan persoalan
remeh-temeh yang kerap terjadi dalam keseharian kita namun tetap menarik untuk
dikaji.
I. 2. “Setyapani” karya Roidah
“Setyapani” mengisahkan tentang kecemburuan
seorang perempuan bernama Nin terhadap almarhum istri calon suaminya, Mas Bur.
Mas Bur berniat untuk menjadikan Nin istrinya, namun dia meminta foto Setyapani
tetap terpajang di dinding rumah mereka. Nin bersikeras menolak dan berniat
menggagalkan rencana pernikahannya. Setelah mengetahui alasan yang sebenarnya
mengapa Mas Bur tetap bersikukuh dan memohon kerelaan Nin atas sikapnya, maka
Nin sadar dan mau menerima.
I. 3. Sumber Data
“Setyapani” adalah sebuah cerpen
karya penulis perempuan Roidah yang termuat dalam kumpulan cerpennya “Pembantu
dan Pelacur”. Kegiatan tulis-menulis dan jurnalistik memang sudah tidak asing
baginya, karena semenjak di bangku kuliah dia sudah aktif sebagai staf redaksi
buletin kampus dan pernah mengikuti berbagai pelatihan, baik jurnalistik maupun
kehumasan (2005: 157-158).
I. 4. Masalah
Sesuai dengan
judul yang diberikan pada penelitian ini yang berkaitan dengan analisis
struktural maka penulis merumuskan permasalahan seperti berikut:
Bagaimanakah
hubungan sintagmatik (in praesentia),
paradigmatik (in absentia), dan
verbal dari cerpen Setyapani?
I. 5. Landasan Teori
Metode penelitian yang dipergunakan
dalam menganalisa cerpen ini adalah metode struktural yang mengatakan bahwa
setiap unsur dalam suatu karya sastra selalu fungsional, selalu berkaitan
dengan dan membentuk suatu kesatuan utuh. Ada
beberapa teori yang akan dipergunakan dalam analisis berikut ini yang memakai
dasar metode ini, antara lain dari Todorov dan Barthes. Barthes membedakan dua
kelompok unsur yang terdapat dalam suatu karya naratif berdasarkan hubungan
sintagmatik dan hubungan paradigmatik (Barthes: 1966).
Unsur sintagmatik adalah unsur yang
muncul satu persatu dalam satu urutan. Hubungan sintagmatik juga terdapat dalam
peristiwa-peristiwa, baik yang membentuk fungsi utama yang disebut peristiwa
inti, maupun dalam peristiwa-peristiwa yang berfungsi mengisi atau mendukung
fungsi utama, yang disebut katalisator.
Unsur paradigmatik adalah unsur yang
tersebar dan bersifat pilihan. Unsur-unsur paradigmatik merupakan
keterangan-keterangan tokoh yang disebut indeks, dan latar yang disebut
informan.
Aspek verbal yang dibicarakan dari
Todorov adalah berupa penuturan atau sudut pandang dan tuturan. Sudut pandang
adalah peristiwa-peristiwa yang membentuk dunia fiktif yang tidak dikemukakan
kepada kita sebagaimana aslinya, tetapi menurut sudut pandang tertentu
(Todorov: 1985). Perlu dikemukakan bahwa sudut pandang dalam sastra tidak ada
hubungannya dengan pandangan riil si pembaca, yang tetap bisa berlainan dan
tergantung dari faktor-faktor di luar karya, melainkan suatu pandangan yang
dikemukakan di dalam karya. Sedangkan tuturan adalah bagaimana cerita tersebut
disajikan kepada pembaca.
Mengenai kaitan sudut pandang dengan
tokoh, Stanton
(1965: 28) memberikan gambaran bahwa jika berusaha membayangkan pengalaman
tokoh, pembaca harus mengerti sudut pandangnya. Demikian juga jika berusaha
mengerti pengalaman tokoh, pembaca harus menghayati sudut pandang. Mengerti
berbeda dengan menghayati. Pembaca harus mengerti tokoh dan secara sadar
mengenali segala sesuatu yang memberikan corak pandangnya.
Secara garis besar, sudut pandang
dibedakan dalam dua macam, yaitu persona ketiga, third person, gaya “dia” dan persona
pertama, first person, gaya “aku”. Sudut pandang
persona ketiga meliputi: (1) “dia” mahatahu, yaitu cerita dikisahkan dari sudut
“dia”, narator dapat menceritakan berbagai hal tentang tokoh, peristiwa,
tindakan, motivasi “dia”. Narator mengetahui segalanya dan bersifat mahatahu (omniscient), (2) “Dia” terbatas, yaitu
pengarang melukiskan apa yang dilihat, didengar, dialami, dipikir dan dirasakan
oleh tokoh cerita, tetapi terbatas pada seorang tokoh saja (Stanton: 1965: 26)
atau terbatas dalam jumlah yang sangat terbatas (Abrams via Nurgiyantoro, 2000:
259).
Sudut pandang persona pertama
meliputi: (1) “Aku” tokoh utama, yaitu si “Aku” mengisahkan berbagai peristiwa
dan tingkah laku yang dialaminya. Si “Aku” yang menjadi tokoh utama cerita
praktis menjadi tokoh protagonis. Keterbatasan tokoh “Aku” untuk menjangkau
tokoh dan peristiwa lain di luar dirinya dianggap sebagai kelemahan teknik ini,
(2) “Aku” tokoh tambahan, yaitu tokoh “Aku” muncul bukan sebagai tokoh utama,
melainkan tokoh tambahan, first person
peripheral (Nurgiyantoro, 2000: 262-266).
Kalau kita berbicara mengenai
penuturan maka kita akan berhubungan dengan pencerita atau penutur. Pencerita
adalah pelaku semua pekerjaan membangun cerita. Pencerita yang mengemukakan
prinsip-prinsip dasar penilaian, dialah yang menyembunyikan atau mengutarakan pikiran
para tokoh.
2. Analisis
2. 1. Analisis Sintagmatik
Dalam bagian ini yang dianalisis
adalah rangkaian peristiwa dalam cerpen Setyapani dengan menyusun urutan
peristiwa atau Satuan Isi Cerita berdasarkan penyajiannya.
2. 1. 1. Satuan Isi Cerita Cerpen Setyapani
1. Rencana keberangkatan Nin ke Dumai dan keberatan
Mas Bur atas kepergiannya.
2. Ketidaksiapan Mas Bur untuk melepas bayangan
Setyapani semakin mempercepat kepergian Nin.
3. Rasa benci Nin terhadap Setyapani dan rasa takut
yang tidak beralasan.
4. Gambaran
Setyapani yang berada dalam benak Nin.
5. Lamaran dari pria lain namun Nin tetap memilih Mas
Bur menjadi calon suaminya dan kenyataan Setyapani yang sudah meninggal.
6. Permintaan Mas Bur agar foto Setyapani tetap ada di
rumahnya dan ketidakrelaan Nin melihat foto Setyapani tetap tergantung di rumah
Mas Bur.
7. Rencana Nin untuk membatalkan pernikahan dan
berangkat ke Dumai untuk memenuhi tawaran Rasti bekerja di sana .
8. Prasangka Nin bahwa Mas Bur tidak lagi menganggap
dan memperhatikan dirinya.
9. Kekecewaan
Nin atas perilaku Mas Bur di suatu siang yang terik.
10. Ketakutan Nin akan kehilangan Mas Bur ketika dia
tidak kunjung datang untuk mencegah kepergian dirinya.
11. Pengandaian Nin apabila tidak pernah ada
Setyapani dalam hati Mas Bur.
12. Telepon berdering di rumah kontrakan Nin dan
ternyata dari Rasti yang menanyakan kepastian kepergiannya.
13. Kekesalan
Nin makin meluap dalam menantikan Mas Bur.
14. Perubahan keinginan dan cita-cita Nin dari
seorang perempuan pekerja keras dan mementingkan karir menjadi perempuan
rumahan, siap dikekang dan hidup sebagaimana perempuan kampung yang menetap
apabila dia menikah dengan Mas Bur.
15. Kedatangan
Mas Bur di rumah kontrakan Nin.
16. Prasangkan
Nin terhadap Mas Bur.
17. Cerita sebenarnya tentang rahasia di balik
kematian Setyapani yang disembunyikan Mas Bur.
18. Pengorbanan Setyapani untuk membela Mas Bur dari
perampok yang datang ke rumahnya dan usahanya untuk memperoleh anak.
19. Kesadaran Nin muncul setelah mendengar cerita Mas
Bur tentang Setyapani.
20. Kesediaan Nin untuk menerima Mas Bur apa adanya
dan bersedia menikah dengannya.
Dari satuan isi cerita di atas,
dapat diketahui bahwa hubungan sintagmatik dalam cerpen ini adalah: pernikahan
Mas Bur dengan Setyapani tidak kunjung mendapat buah hati namun Setyapani
bersedia mengorbankan segala aktivitasnya demi memperoleh anak antara lain
dengan: menarik diri dari organisasi dan karirnya bahkan membatalkan diri untuk
mengambil beasiswa S2 semata-mata untuk memberi keturunan bagi suaminya
Kehidupan tetap berjalan
sampai pada suatu ketika datang perampok yang bermaksud untuk mengambil uang
hasil penjualan mobil mereka yang sebenarnya ingin mereka alihkan ke bentuk
wiraswasta Namun malang
tidak dapat ditolak dua orang perampok yang bertubuh besar menodong mereka
dengan pisau
Sebagai seorang laki-laki dan suami
seharusnya Mas Bur-lah yang melindungi istrinya dari todongan pisau
perampok Namun, realitanya Mas Bur
malah memilih bersembunyi di kamar untuk menghindari perampok Setyapani dengan gagah berani
menyongsong dan menghalangi perampok yang bermaksud untuk menusukkan pisau ke
suaminya Akibatnya, pisau lengket
di tengah-tengah perutnya, persis di depan tubuh sang suami Peristiwa ini sangat membekas dalam
ingatan Mas Bur sehingga dia selalu dihantui perasaan bersalah atas kematian
sang istri. Sebagai wujud rasa bersalahnya, Mas Bur tidak kuasa menggeser foto
Setyapani dari rumahnya meskipun Setyapani sudah tiada Mas Bur berkenalan dengan Nin dan
memutuskan untuk mengajaknya menikah
Nin cemburu dan meminta foto Setyapani
tidak lagi dipasang di rumah Mas Bur karena dia tidak mau bersaing dengan orang
yang sudah meninggal Mas Bur tidak
membeberkan alasan yang sebenarnya tentang kematian istrinya Nin mengancam akan pergi ke Dumai jika
Mas Bur tetap bersikeras untuk mempertahankan foto almarhumah istrinya Mas Bur akhirnya membeberkan rahasia kematian
Setyapani dan rasa bersalahnya karena telah menjadi suami pengecut Nin akhirnya sadar dan menganggap Setyapani
adalah seorang istri dan perempuan yang berjiwa ‘seluas samudera’ Nin menerima lamaran Mas Bur.
2. 2. Analisis Paradigmatik dalam Cerpen
Setyapani
Dalam analisis paradigmatik berikut
ini yang akan dibahas adalah keterangan-keterangan tentang identitas, peran dan
keadaan tokoh. Tokoh yang akan dibicarakan adalah tokoh yang menonjol dalam
analisis sintagmatik, yaitu Setyapani, Mas Bur dan Nin. Karena yang dikaji
dalam makalah ini adalah cerita pendek maka tokoh-tokoh yang terlibat hanya
terdiri dari beberapa orang saja yang tentu saja berlainan dengan novel yang
terdiri atas banyak tokoh.
Dalam kaitannya dengan keseluruhan
cerita, peranan setiap tokoh tidak sama. Ada
tokoh yang dapat digolongkan sebagai tokoh sentral atau tokoh utama dan tokoh
yang dapat digolongkan sebagai tokoh tambahan. Stanton (1965: 17) berpendapat bahwa hampir
setiap cerita mempunyai tokoh sentral, yaitu tokoh yang berhubungan dengan
setiap peristiwa dalam cerita. Lebih jelas lagi, Nurgiyantoro (2000: 176)
menjelaskan bahwa tokoh sentral atau tokoh utama adalah tokoh yang mempunyai
keutamaan dalam cerita.
Sedangkan dilihat dari fungsi
penampilan, tokoh dapat dibedakan ke dalam tokoh protagonis dan antagonis.
Tokoh protagonis adalah tokoh yang merupakan perwujudan norma-norma dan
nilai-nilai yang ideal bagi kita (Alterbend & Lewis via Nurgiyantoro, 2000:
178). Tokoh protagonis menampilkan sesuatu yang sesuai dengan pandangan dan
harapan-harapan pembaca. Di pihak lain, tokoh penyebab terjadinya konflik
disebut tokoh antagonis. Tokoh antagonis beroposisi dengan tokoh protagonis,
baik secara langsung maupun tidak langsung, baik bersifat lahir maupun batin.
Apabila terdapat dua tokoh yang berlawanan, tokoh yang lebih banyak diberi kesempatan
untuk mengemukakan visinya itulah yang kemungkinan besar memperoleh simpati dan
empati dari pembaca sehingga disebut tokoh protagonis (Luxemburg, dkk via
Nurgiyantoro: 2000: 178-180).
2. 2. 1. Indeks Cerpen Setyapani
Dalam cerpen
Setyapani terdapat tiga indeks yang berperan dalam cerita, yaitu:
1. Indeks
Setyapani
Setyapani digambarkan sebagai sosok
istri yang sabar, aktif berorganisasi, penyayang, pemberani, sangat mencintai
suami, rela berkorban demi suami walau harus mengorbankan nyawa untuk menghadapi
perampok yang datang di rumahnya, walaupun dari segi fisik Setyapani bukanlah
sosok yang menarik. Dalam cerpen ini Setyapani bukanlah tokoh utama, melainkan
hanya tokoh sekunder yang berperan sebagai tokoh protagonis.
Sebagai tokoh kedua protagonis,
Setyapani cukup memiliki peran dalam cerita ini karena dia menjadi bahan
perbandingan bagi si tokoh utama, Nin untuk merebut hati Mas Bur, suami dari
Setyapani.
2. Indeks Nin
Nin digambarkan sebagai seorang
perempuan yang tidak sabar, egois, mementingkan kepentingan dirinya sendiri,
berkemauan kuat, mandiri dan seorang pekerja yang ulet. Nin adalah tokoh utama
atau sentral dalam cerpen ini, yaitu tokoh yang berhubungan dengan setiap
peristiwa dalam cerita. Dari awal sampai akhir Nin selalu hadir. Hal ini dapat
dilihat dari satuan isi cerita di nomor: 1, 3, 5, 7, 8, 9, 10, 11, 14, 16, 19
dan 20.
Apabila dilihat dari fungsi
penampilan, maka Nin tergolong sebagai tokoh antagonis, yaitu tokoh penyebab
terjadinya konflik. Dia beroposisi dengan tokoh-tokoh protagonis dalam cerita.
Dengan keinginannya untuk menyingkirkan foto Setyapani di dinding rumah calon
suaminya dia berkonflik dengan Mas Bur yang tetap bersikeras memajang foto
almarhumah istrinya di rumahnya. Padahal Nin tidak mengetahui alasan yang melatarbelakangi
kenapa Mas Bur bersikeras dengan keinginannya.
3. Indeks Mas
Bur
Mas Bur digambarkan sebagai seorang
laki-laki yang karismatik namun sebagai seorang suami yang pengecut, lemah,
tidak berani, penakut dan lebih memilih sembunyi di belakang istrinya ketika
perampok dating menyatroni rumahnya. Sebagai akibatnya, sang istri yang maju
melawan perampok dan tewas tertusuk pisau yang dipegang oleh perampok. Peranan
Mas Bur dalam cerpen ini adalah sebagai tokoh kedua protagonis lainnya. Untuk
menebus rasa bersalah terhadap sang istri, dia merasa tidak sanggup untuk
mencopot foto almarhumah istrinya dari dinding rumah mereka.
Selain keterangan tentang tokoh,
unsur paradigmatik berikut ini adalah tentang unsur latar. Unsur latar dapat
dibedakan ke dalam dua unsur pokok, yaitu tempat dan waktu. Kedua unsur
tersebut walaupun masing-masing menawarkan permasalahan yang berbeda dan dapat
dibicarakan secara sendiri, pada kenyataannya saling berkaitan dan saling
mempengaruhi satu dengan yang lain.
Latar tempat adalah tentang lokasi
terjadinya peristiwa yang diceritakan dalam sebuah karya fiksi (Nurgiyantoro:
2000: 133). Latar yang terdapat dalam cerita pendek ini tidak terlalu banyak
dan cenderung sederhana. Sederhana dalam arti mengingat cerita ini berbentuk cerita
pendek yang terdiri dari tujuh halaman yang tentu saja berbeda dengan latar
yang biasa muncul dalam sebuah novel.
Latar tempat yang mendominasi cerpen
ini terjadi di rumah kontrakan Nin. Hal ini dapat dilihat dari satuan isi
cerita nomor: 12 dan 15. Sehingga dapat disimpulkan bahwa latar tempat berada
di ruang tertutp. Sedangkan latar waktu adalah siang hari yang dapat dilihat
dari satuan isi cerita nomor 9.
Tema
dalam cerpen ini adalah tentang pengorbanan dan wujud cinta yang besar dari
seorang istri, Setyapani terhadap suaminya, Bur. Sehingga dia rela mengorbankan
apa saja seperti menarik diri dari organisasi, karir yang dia rintis, hingga
membatalkan diri untuk mengambil beasiswa S2 demi serius ingin hamil dan
memberi suaminya keturunan bahkan sampai mengorbankan nyawa demi melindungi
suaminya yang tidak berani menghadapi perampok yang datang ke rumahnya.
2. 3. Aspek Verbal dalam Cerpen Setyapani
Dalam analisis verbal berikut ini
yang dibahas adalah tentang penuturan atau sudut pandang dan tuturan. Penuturan
yang tampak dalam cerpen Setyapani ini adalah penuturan atau sudut pandang
persona pertama, yaitu aku-an. “Aku” sebagai tokoh utama, yaitu si “aku”
mengisahkan berbagai peristiwa dan tingkah laku yang dia alami. Aku di sini
adalah tokoh Nin.
Tokoh “aku” di dalam cerpen ini
secara eksplisit adalah tokoh Nin yang mengisahkan berbagai peristiwa, perasaan
dan tingkah laku yang dia alami. Keterbatas tokoh “aku” untuk menjangkau tokoh
dan peristiwa lain di luar dirinya dianggap sebagai kelemahan teknik ini.
Tuturan dari cerpen ini terdapat adegan flashback,
yaitu ketika tokoh Mas Bur mengungkapkan latar belakang kematian istrinya
kepada tokoh utama, Nin.
Ada dua cerita yang terjadi, cerita
yang pertama dari cerpen ini dimulai dengan perkawinan Setyapani dan Mas Bur
namun tidak kunjung mendapat keturunan walaupun Setyapani sudah banyak
mengorbankan karir, pekerjaan dan rencana-rencana yang sudah dia susun seperti
mengambil beasiswa S2. Di tengah kebahagiaan mereka, tiba-tiba dikejutkan
dengan kedatangan dua orang perampok di rumahnya. Perampok ini mendengar mereka
berdua telah menjual mobil dan bermaksud merampok hasil penjualan mobil
tersebut. Padahal sebenarnya uang tersebut akan dipergunakan untuk tambahan
modal memperluas usaha. Karena Mas Bur tidak memiliki nyali untuk menghadapi
perampok maka Setyapani yang menjadi korban. Dia meninggal di tangan perampok
demi melindungi sang suami. Cerita pertama ini berfungsi sebagai cerita utama,
sedangkan cerita yang kedua adalah cerita tambahan yaitu perkenalan Mas bur
dengan Nin. Terjadi konflik di antara mereka berdua karena Mas Bur bersikeras
tetap akan memasang foto almarhumah istrinya walaupun kelak mereka akan
menikah. Namun pada akhirnya konflik mereda setelah Mas Bur menceritakan
rahasia kematian istrinya yang sebenarnya dan Nin bersedia menjadi istri Mas
Bur. Di akhir cerita Nin menganggap Setyapani adalah seorang perempuan dan
istri yang luar biasa, yang mengorbankan apa saja demi kebahagiaan suaminya.
3. Penutup
Sebagai penutup dapat disimpulkan
bahwa dalam cerpen “Setyapani” ditemukan pemaknaan dari hubungan sintagmatik,
paradigmatik dan verbal. Dari hubungan sintagmatik, cerpen ini jelas memiliki
hubungan sebab-akibat dari peristiwa yang tersusun dalam cerita. Dan dari
hubungan paradigmatik, kedua tokohnya memiliki peran protagonis dan seorang
tokohnya berperan sebagai tokoh antagonis. Jika dilihat dari segi verbal,
penuturan yang ada adalah penutur persona pertama, first person, gaya
aku. Sedangkan untuk tuturan, dalam cerpen ini terdapat adegan kilas balik (flashback).
Dari segi latar tempat, cerpen ini
berlatar tertutup dan ruangnya terbatas yaitu di rumah kontrakan Nin. Sedangkan
latar waktu adalah siang hari sebelum keberangkatan tokoh utama, Nin ke Dumai.
Hal ini ditandai dengan deskripsi pada kalimat “angin semilir berhembus tidak
mampu menahan langkahku menyongsong panas terik di luar”. Langkahku di sini
menjelaskan tentang langkah tokoh utama cerpen ini, Nin ketika dia keluar dari
rumah calon suaminya, Mas Bur menjelang keberangkatannya ke Dumai.
Tema yang sangat menonjol dalam
cerpen ini adalah pengorbanan seorang istri terhadap suami yang dia cintai
walau untuk itu dia harus mengorbankan nyawanya sendiri.
Acuan
Sumber Primer:
Roidah. 2005. Setyapani dalam kumpulan Cerpen
“Pembantu dan Pelacur”. Yogyakarta : Labuh.
Sumber Sekunder:
Barthes, Roland. 1966. Introduction a l’ Analyse Structural des Recits, dalam
Communication 8. Paris :
Seuil.
Hawkes, Terence. 1978. Structuralism and Semiotics. London :
Methuen & Co. Ltd.
Nurgiyantoro, Burhan. 2000. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: Gadjah Mada
University Press.
Retnaningsih, Aning. 1965. Roman dalam Masa Pertumbuhan Kesusasteraan Indonesia . Jakarta : Erlangga.
Sofia, Adib & Sugihastuti. 2003. Feminisme dan Sastra. Bandung : Katarsis.
Stanton, Robert. 1965. An Introduction to Fiction. New
York : Holt, Rinehart and Winston Inc.
Teew, A., Prof.
Dr. 1984. Sastra
dan Ilmu Sastra: Pengantar Teori Sastra. Jakarta : Pustaka Jaya.
Todorov,
Tzvetan. 1985. Tata Sastra. Jakarta : Penerbit
Djambatan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar