Minggu, 08 Juli 2012

Sebuah Essay atas Cerpen karya ROIDAH PEMBANTU & PELACUR


Sebuah Essay atas Cerpen karya ROIDAH
PEMBANTU & PELACUR


Hiqma Nur Agustina


Tiada henti Parni mengagumi kecantikan majikannya, Serenita, dari ujung rambut hingga ke ujung kaki. Tubuh yang bertinggi seimbang dengan berat badan dan berbalutkan blus tanpa lengan berwarna merah marun dan rok hitam setengah paha itu, dipandangnya lekat-lekat. Serenita sedang menyapukan spon besar ke pipinya. Lalu rambutnya yang bergelombang disisirnya ulang, serta blusnya ditarik-tariknya sedikit sehingga menyatu dengan atasan roknya yang berenda putih. Parni yang duduk di lantai kamar Serenita sambil menunggui majikannya itu selesai berdandan, teringat akan boneka Barbie. Serenita diibaratkannya seperti boneka tersebut, namun berambut hitam.
            Demikian petikan paragraf dari cerpen Pembantu dan Pelacur karya Roidah, yang menjadi judul kumpulan cerpennya. Petikan ini membawa pada suatu nuansa cerita dengan kekentalan bahasa berbau visualisasi atas diri perempuan. Lewat deskripsi kemolekan dan kecantikan fisik khas perempuan malam yang bernama Serenita semakin membuat cerpen ini kaya akan penokohan tokoh perempuan yang cenderung dilihat dari penampilan lahiriahnya saja.
            Pengarang cerita ini lewat cerpennya berhasil mengangkat karakter tokohnya menjadi tokoh sentral yang berusaha untuk melepaskan beban dan penderitaan hidup melalui jalan pintas, yaitu dengan bunuh diri. Hal ini dikarenakan kekelaman masa lalu yang mencengkeram hidup Serenita, membantingnya tanpa daya ke atas tanah sehingga dia tidak dapat berpikir secara waras untuk menemukan jalan keluar yang terbaik bagi hidupnya. Kerinduan Serenita akan cinta dan kehidupan yang normal seolah menyadarkan dirinya bahwa Parni, pembantunya, jauh lebih terhormat ketimbang dirinya.
            Cerpen ini menempatkan dua orang perempuan yang karena mempunyai kesamaan nasib, sama-sama berasal dari kampung dan mempunyai latar belakang pendidikan yang rendah, yang pertama adalah Serenita yang mempunyai nama kecil Sarti yang kemudian mengubah namanya menjadi Serenita memiliki masa lalu yang kelam atas peristiwa pemerkosaan atas ayah tirinya. Serenita hanya seorang lulusan SMP tanpa memiliki keterampilan apapun untuk bekal hidup di kota metropolitan Jakarta, dia kemudian terperosok sebagai perempuan malam sedangkan perempuan yang kedua adalah Parni, sosok perempuan lugu yang baru berumur 15 tahun yang bekerja sebagai pembantu di rumah Serenita majikannya, yang merasa beruntung atas segala kebaikan yang diperolehnya selama bekerja dan mengabdi di rumah Serenita. Suatu hal manusiawi yang tidak diperolehnya di tempat sebelumnya dimana dia pernah bekerja.
            Sebagaimana pernah dikemukakan oleh Budi Darma, baik novel maupun cerpen popular yang terkenal di Indonesia yang pada umumnya ditulis oleh penulis-penulis perempuan justru mengukuhkan ideologi jender dan memposisikan perempuan sebagai subordinasi laki-laki. Dengan demikian, salah satunya dalam cerpen yang berjudul Pembantu & Pelacur, tokoh perempuannya merupakan “korban” dan merupakan “pihak yang menderita”.
            Tokoh mempunyai arti penting dalam cerita karena tokoh-tokoh tersebut saling berhubungan sehingga menimbulkan konflik yang akan membawanya pada masalah-masalah yang menjadi dasar cerita. Kedua tokohnya terlibat intensif dalam setiap peristiwa yang muncul dalam cerita ini. Lebih lanjut lagi, dapat dikatakan bahwa model penderitaan tokoh perempuan dalam cerpen ini. Lebih lanjut lagi, dapat dikatakan bahwa model penderitaan tokoh perempuan dalam cerpen ini mengemukakan bahwa ideologi jender pada umumnya menempatkan perempuan sebagai jender kelas dua sehingga perempuan terposisikan sebagai subordinasi laki-laki. Hal ini dapat dilihat dari tokoh Serenita yang pekerjaannya selalu dikaitkan dengan ketergantungannya terhadap lelaki hidung belang yang “memakai” tubuhnya hanya sebagai alat pemuas nafsu sesaat. Ketakutannya untuk berhenti dari pekerjaannya yang telah dia lakoni selama tiga tahun dan juga kenikmatan serta kemewahan yang telah dia jalani semakin memperkuat anggapan bahwa perempuan hanya terkondisikan sebagai makhluk yang lemah, tidak dapat mandiri, dan selalu tergantung kepada laki-laki.
            Tokoh perempuan dalam cerpen Pembantu & Perempuan dapat dikatakan merupakan gambaran makhluk kelas dua sehingga keduanya seakan tidak memiliki hak pilih untuk menentukan pilihan terhadap pekerjaan yang diinginkan. Sosok Serenita yang tidak memiliki keterampilan apapun dan ditempa dengan kekelaman masa lalu dan pekerjaan yang dia lakoni saat ini semakin menenggelamkan dirinya ke dalam dunia hitam yang kelam. Sedangkan sosok Parni sebagai pembantu yang lugu dan mengagumi sosok cantik Serenita sebagai figur yang didambakan oleh banyak perempuan adalah seorang perempuan desa yang tidak memiliki pilihan atas pekerjaan yang dapat dijadikan sandaran hidup. Orangtuanya tidak mempunyai uang untuk menjadikan hidup Parni lebih baik dari sekarang. Setamat sekolah dasar, dia langsung mencari uang demi ikut membiayai hidup keempat adiknya di kampung.
            Kehadiran tokoh dalam cerita ini berfungsi memberikan gambaran karakter setiap tokoh. Kehadiran tokoh secara langsung membuat pembaca berpikir kreatif untuk menentukan gambaran tokoh yang ada dan secara tidak langsung dapat menuntun pembaca untuk dapat mengetahui bagaimana karakter tokoh yang sesuai dengan teks Pembantu & Perempuan.
            Dua tokoh utama yang ada adalah tokoh yang secara intensif terlibat dalam peristiwa yang membangun cerita. Dari awal sampai akhir kedua tokoh ini selalu hadir dan berinteraksi satu sama lain. Hal yang menarik dalam cerpen Pembantu & Perempuan ini adalah kondisi akhir yang digambarkan cukup tragis dengan kematian Serenita yang membunuh dirinya sendiri karena tidak sanggup menahan penderitaan batin akibat beban berat yang ditanggungnya sebagai konsekuensi logis atas pekerjaan yang dia jalani sebagai perempuan malam. Tindakan bunuh diri ini semakin memperkokoh pandangan sebagian masyarakat Indonesia yang masih menganut feodalisme, bahwa perempuan adalah makhluk yang lemah, yang hanya pasrah pada nasib sehingga tidak dapat mencari jalan keluar terbaik atas segala persoalan pelik yang menimpa hidupnya. Yang tentu saja hal ini sangat berlawanan dengan isu-isu feminisme yang dihembuskan dewasa ini yang berusaha menjadikan perempuan sebagai sosok yang kuat dan setangguh laki-laki dalam segala hal.
            Implikasi dari cerpen ini adalah menggambarkan sosok perempuan yang dijadikan sebagai makhluk lemah atau makhluk yang dapat dipermainkan oleh laki-laki. Karena kekurangan materi perempuan rela menjual dirinya demi kelangsungan hidup. Padahal, kalau kita dapat memanfaatkan dan menggali potensi yang lain yang diberikan Tuhan kepada setiap makhluk ciptaannya, hal semacam itu tidak akan terjadi.
Daftar Pustaka
Roidah, 2005. Pembantu & Pelacur, Sebuah Kumpulan Cerpen. Yogyakarta: Labuh.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar